Dikotomi Ilmu Pengetahuan
Oleh : Guru H. M. Yunus Ainie
Imam Syafi'i ketika diberi pertanyaan "mudah", berapa jumlah kaki kudanya, beliau tidak langsung menjawab tetapi turun dulu dari kudanya kemudian menghitungnya satu persatu kaki kudanya, setelah selesai menghitung barulah menjawab berapa jumlah kaki kudanya.
Ketika ditanya berapa lama haid seorang perempuan, untuk menjawab pertanyaan "mudah" tersebut, Imam Syafi'i tidak langsung menjawab. Beliau memerlukan waktu lebih dari dua tahun sebelum bisa menjawabnya. Beliau memang sudah menguasai ilmu fikih, ilmu bahasa, ilmu alat lainnya tapi belum memiliki ilmu tentang fisiologi perempuan.
Beliau pun belajar ilmu anatomi, kedokteran dan fisiologi hingga tamat menjadi seorang dokter. Tapi itu pun belum cukup. Beliaupun melakukan riset langsung dengan menanyai semua perempuan yg ditemuinya, di pasar, di jalan.
Dari situlah diketahui waktu terpendek dan waktu terpanjang suatu haid, dan karena sudah mempelajari ilmu kedokteran beliau pun tahu mana yg termasuk darah haid dan mana yg termasuk darah karena penyakit. Setelah itu barulah beliau mengeluarkan fatwanya.
Jaman sekarang dengan bertanya kepada Syaikh Google hanya dalam hitungan detik langsung mendapat jawaban. Dan di jaman sekarang pun yg disebut ulama sudah menjadi sekuler karena terjadi dikotomi ilmu agama dan ilmu dunia.
Yang disebut ulama adalah mereka khusus belajar ilmu2 yg dikategorikan sebagai ilmu agama saja seperti ilmu quran, ilmu fikih, ilmu hadis, ilmu bahasa dan sastra arab. Sementara yg diluar itu dikategorikan ilmu dunia. Seperti ilmu sastra inggris, ilmu alam, matematika, kimia, fisika, biologi, astronomi.
Tapi jika "ilmu dunia" ini dipelajarinya dg kitab kuning arab, maka ajaib akan berubah jadi ilmu agama. Misalnya astronomi = ilmu falak, logika sientifik = ilmu mantiq, geneology = ilmu nasab dll.
Ada pandangan ilmu dunia adalah ilmu rendahan, dibawah ilmu agama yg setinggi langit. Padahal tak ada relevansinya, semua saling mendukung dan mengisi. Ada yg generalis ada yg spesialis. Yg tertinggi adalah yg ilmunya bermanfaat apapun bidangnya.
Seringkali untuk satu masalah agama pun diperlukan keahlian lintas ilmu. Misalnya untuk masalah waris selain ilmu quran, hadis dan ilmu fikih, diperlukan juga ilmu nasab, ilmu matematik dan ilmu algoritma.
Seperti ilustrasi di atas hingga Imam Syafi'i pun harus menjadi sarjana kedokteran dulu ditambah ilmu statistik hanya untuk mendapat jawaban masa haid.
Pertanyaan kepada yg sok ulama tentang parfum beralkohol malah menimbulkan polemik, dan yg dianggap ulama tersebut menjawab tanpa pernah tahu apa itu alkohol karena tak belajar ilmu kimia yg katanya "ilmu dunia", maka jawabanya pun tentu saja ngalur ngidul.
Semoga Allah menjadikan anak cucu keturunan kita laki dan perempuan ahli ilmu dan ahli amal yang Rohmatan lila'lamien tentunya.
Posting Komentar untuk "Dikotomi Ilmu Pengetahuan"