Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sang Guru




Oleh : muridmu yang selalu menghormati dan mengharapkan doamu.


Selain guru ngaji saya, bisa saya pastikan beliau adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam hidup saya. Sosok yang sangat berkesan dalam hati saya. Kata-kata dan nasehat beliau ibarat air telaga. Saat hatimu sedang gundah atau tak tahu arah, petuah beliau mampu menghilangkan itu semua. Melupakan sejenak hingar-bingarnya dunia dan menghirup segarnya udara taman surga.


Sungguh kawan. Andai kau tahu bagaimana rasa bahagiaku ketika hadir di majlis beliau kau pasti akan faham bahwa kata-kataku tidak berlebih. Bahkan mungkin kurang untuk mengungkapkan rasa cintaku pada ilmu dan petuah yang disampaikan dalam majlis tersebut. Ah... Sungguh kenangan yang indah.


Aneh kah jika ada anak SD yang bukan dari kalangan keluarga Tuan Guru atau Kyai punya antusias seperti itu? Tapi begitulah adanya kawan. Semakin aku tahu banyak mengenai agama Islam semakin aku haus untuk lebih mengetahui dan mengamalkan isi agama ini. Sampai-sampai pengajian hari Selasa siang itu adalah moment yang paling aku tunggu dalam seminggu.


Nama beliau adalah M. Yunus bin Ainie. Kami biasa menyapa Beliau dengan panggilan Guru Yunus. Beliau lahir dari keluarga sederhana di pedamanan kota Rantau atau lebih tepatnya di desa Kulur. Ayah dan ibu beliau adalah guru ngaji. Semua anak-anak di desa itu bisa dipastikan pernah belajar ngaji dengan keduanya. 


Selepas dari lulus SD beliau melanjutkan pendidikan di salah satu pondok pesantren terbesar di Kal-Sel, yakni ponpes Al-Falah Putera yang terletak di Landasan Ulin, Banjarbaru. Terlalu banyak kisah yang bisa diceritakan saat beliau belajar di Al-Falah. Kisah tentang perjuangan, kegigihan, kejujuran dan ketulusan. Semuanya perlu tulisan khusus untuk menjabarkannya.


Singkat cerita beliau pun lulus dari pondok dan melanjutkan perjuangan beliau di pondok pesantren Darussalam, Martapura. Pondok yang sudah melahirkan banyak ulama di kal-sel. Kalau tidak salah beliau belajar selama 3 tahun dan pada akhirnya lulus dan menikah. Beliau pun menetap di tempat yang dulu merupakan rumah yang disewa saat nyantri di Darussalam. Yang sekarang dikenal dengan nama Sekumpul.


******


Papah adalah sosok yang sangat tertarik dengan ilmu agama. Mungkin karena dari kecil beliau tidak pernah mendapat pendidikan agama secara khusus. Sehingga sejak mengetahui bahwa di Banjar banyak ditemukan majlis ilmu, seakan papah menemukan apa yang dicari sejak dulu. Antusias papah dengan ilmu agama sangatlah luar biasa. Aku bukan apa-apa jika dibandingkan dengan papah. Mungkin ketertarikanku yang alami dengan ilmu agama ini juga bawaan dari papah.


Sejak kecil, papah sering kali membawa kami sekeluarga menghadiri majlis ilmu. Yang pertama kali pernah kami hadiri adalah majlis ta'lim di Simpang Jambu yang dipimpin oleh Guru Ahmad Barmawi, atau Guru Muda. Majlis ini diadakan setiap malam Jum'at dari jam 9 hingga 11 malam.


 Majlis ini mulainya tengah malam dan yang hadir mungkin ribuan. Yang aku ingat, majlis itu diisi maulid, lalu tasmiyah anak yang jumlahnya puluhan tiap minggunya, lalu pengajian. Aku yang masih kurcil itu cuma bisa duduk sambil berusaha menahan ngantuk agar tidak ditegur papah. Wal hasil tidak ada hal yang aku ingat selain moment ketika Guru yang selalu mengulang kata : "sammaituka bima sammakallaah fi lauhil mahfudz." Sisanya aku molor.


Termasuk majlis yang sering papah hadiri, dan tentunya saya mau tidak mau harus ikut adalah majlis Abah guru Sekumpul. Majlis beliau diadakan setiap hari Ahad sore, ba'da Asar. Karena jarak yang ditempuh sekitar 2 jam, maka kita biasanya berangkat selepas zhuhur. Yang berangkat sekitar 10 orang dan saya salah satunya. Satu-satunya anak SD yang terpaksa ikut karena takut dimarahi papah jika menolak.


Bayangkan saja, berangkatnya itu siang-siang lho.. saat hari sedang panas-panasnya. Di dalam mobil pengap dan sering kali macet karena banyaknya jamaah yang hadir dan dulu truk-truk batubara masih lewat jalan provinsi dan banyak sekali yang berderet parkir sehingga membuat jalan semakin sempit. Ditambah lagi, itu di hari Minggu. Waktu asik bermain bagi anak seumuran saya.


Moment yang saya ingat dulu saat hadir majlis adalah saat mampir di warung sebentar untuk makan-makan. Mungkin sebagai "upah" karena saya sudah mau ikut. Juga banyaknya jamaah yang hadir sampai-sampai untuk bisa duduk di dalam Musholla Ar-Raudhah adalah suatu yang bisa dibilang mustahil. Kalau tidak salah saya cuma pernah duduk sekali di halaman Musholla dan rasanya itu seperti sedang ada di padang Mahsyar kawan. Pwuanas. 


Tidak begitu banyak hal yang saya ingat dari petuah Guru Sekumpul. Beliau sering kali menggunakan kata-kata kiasan yang atau bahasa yang lumayan tinggi sehingga saya tidak faham. Bahkan saat beliau bercerita lucu pun saya sering tidak mengerti. Satu majlis tertawa, saya hanya diam melongo. Namun yang saya ingat, diantara kebiasaan beliau saat pengajian  adalah beliau selalu memulai majlis dengan tawassul dan Al-fatihah dan mengakhirinya dengan meminta minta maaf, ridho dan halal kepada seluruh jamaah. Jika pembahasan yang dibahas sesuatu yang sensitif beliau dengan sengaja mematikan mic.


Alhamdulillah saya selalu berhadir di majlis Guru Sekumpul hingga saya lulus SD. Moment terakhir yang saya ingat adalah saat Guru mulai sakit-sakitan. Beliau memberikan banyak kenang-kenangan untuk jama'ah seperti tasbih kaukah, Al-Qur'an Furoda dan Kitab Wirid Imdad. Walau sakit beliau tetap membuka pengajian. Bahkan beliau pernah pengajian hanya via telfon. Beliau sangat dicintai masyarakat Banjar. Jasa beliau sangat besar untuk warga Banua. Semoga Allah selalu memberi Rahmat kepada beliau hingga hari kiamat.


******


Karena kendala waktu, kami tidak bisa istiqamah selalu hadir di pengajian Guru Muda di Simpang Jambu. Hingga pada akhirnya kami tidak pernah lagi hadir. Namun, sebelum kami mengenal sosok Guru Sekumpul, di komplek tempat saya tinggal pernah suatu saat diadakan pengajian.


Kalau tidak salah, saya saat itu masih kelas 5 SD. Pengajian itu diadakan pada sore hari di masjid komplek, Darul Ikhwan. Saya ingat sekali saat itu warga komplek sedang dikhawatirkan dengan bencana kebakaran yang melanda hutan sekitar. Disela-sela pengajian Sang Guru menyelipkan doa untuk kebaikan dan keamanan komplek. Saya juga ingat beliau pernah membahas tentang keutamaan bersholawat dan menyaringkan suara saat bershalawat.


Itulah moment pertemuan pertamaku dengan beliau. Guru yang petuah dan isi pengajiannya bisa difahami olehku yang merupakan anak kecil yang awam ilmu agama dan masih duduk di bangku sekolah dasar. Beliaulah yang pertama kali mengenalkanku dengan ilmu Agama secara lebih luas. Beliau pula yang selalu membimbing langkahku dari dulu hingga sekarang. Sosok yang selalu aku hormati. Orang yang sangat berjasa dan ku anggap seperti orang tuaku sendiri. Nama beliau adalah Guru M. Yunus bin Ainie


Insyaallah bersambung...

Posting Komentar untuk "Sang Guru"